Sunday, August 31, 2014

Pertempuran Pasifik PD II


Selama PD II, AS membagi kekuatan daratnya untuk mengahdapi dua front pertempuran yaitu di Eropa dan Pasifik. para petinggi militer di Washington memutusksn untuk menggelar kekuatan AS di Front Eropa dan Marinir berkonsentrasi di Pasifik.
Adu kekuatan di Pasifik dalam PD II bukanlah hanya sejak Pearl Harbor dibom Jepang, Desember 1941. Jauh sebelum itu, AS dan Jepang telah menyiapkan rencana dan siasat masing-masing, apabila bisul per­musuhan mereka pecah menjadi peperangan. Begitu PD I berakhir, para perancang strategi kemiliteran di Washington, khususnya dari kalangan AL AS, telah membuat telaah dasar antisipasi perang dengan Jepang. Rancangan Perang bersandi “Orange” dari AL ini, didasari asumsi bahwa Jepang akan menyaingi dan menantang armada AS di Pasifik, dengan meman­faatkan Kepulauan Mikronesia sebagai pangkalan lautnya.
Rancangan “Orange” terlahir karena dengan berakhirnya PD I, maka Jepang yang berada di pihak Sekutu, kebagian rezeki dengan mendapatkan gugusan Kepulauan Mikronesia di Pasifik Tengah, di utara garis khatulistiwa, yang sebe­lumnya dikuasai Jerman. Gugusan ini terdiri dari Kepulauan Marshall, Mariana, dan Karolina (Carolines), yang menguasai rute dari AS ke China dan Filipina. Keadaan ini langsung mengubah peta perimbangan kekuatan di Pasifik. Jepang yang telah menunjukkan ambisinya sebagai kekuatan dunia, tiba-tiba saja sudah hadir di Pasifik Tengah yang strategis. Penguasaan Jepang atas gugusan kepulauan tersebut dapat menjadi ancaman terhadap posisi/pos AS di Guam, Midway, dan Wake.
Perjanjian Washington tahun 1922 yang membatasi tonase kekuatan laut AS dan Inggris masing-masing 500.000 ton dan Jepang 300.000 ton, dilengkapi dengan ketentuan bahwa semua pihak dilarang membangun perbentengan permanen untuk pangkalan angkatan laut mereka di Pasifik bagian barat. Bagi AS ini berarti tidak boleh menjadikan Filipina atau Guam sebagai pang­kalannya yang besar, dan untuk AL AS hal ini merupakan pukulan besar sekali. Mereka hanya bisa berharap Jepang pun tidak akan mengembangkan Mikronesia un­tuk mendukung kekuatan lautnya karena itu tidaklah menghe­rankan apabila para perancang pertahanan AS, baik dari AD maupun AL, bergabung untuk menyusun rancangan kedaruratan yang isi pokoknya jika sampai pecah permusuhan, maka armada AS harus mampu menembus Pasifik bagian tengah terlebih dulu sebelum dapat menolong Filipina atau pun memblokade Jepang. Kampanye militer ini menuntut kekuatan sangat besar agar mampu merebut dan menguasai basis-basis Jepang, sekaligus mem­pertahankan pangkalan depan yang dibangun untuk mendukung operasi armada. Untuk itulah kekuatan Marinir selalu hams disiagakan untuk mendukung Rancangan Perang “Orange” dari AL.

Keelson Made

Suatu pasukan Marinir yang terdiri dari enam hingga delapan ribu personel disiapkan sebagai kekuatan ekspedisioner Pantai Barat. Mereka dalam tempo 48 jam hams sudah dapat diberangkatkan untuk kampanye muter terhadap Jepang di Kepulauan Mariana dan Karolina. Di Pantai Timur kekua­tan Marinir serupa juga disiapkan untuk keadaan genting di Atlantik dan Karibia. Namun Pasifildah yang memperoleh prioritas utama.
Korps Marinir AS sendiri terus melakukan pembenahan dan peningkatan kemampuan, baik menyangkut konsep peperangan amfibi, latihan, persenjataan yang lebih sesuai, dan berbagai pendukung lainnya Salah satu konsepnya yang terpenting adalah penolakan terhadap pendapat bahwa operasi amfibi merupakan taktik peperangan yang tak mung­kin dijalankan, atau setidaknya hanya akan berujung pada mimpi buruk, a tactical nightmare, se­bagaimana terbukti dari gagalnya kampanye pendaratan Sekutu (Inggris-Australia) di Galipoli tahun 1915 yang dipertahankan Turki dengan bantuan penasihat mailer Jerman.
Marinir AS pada tahun 1921 menegaskan, kampanye Galipoli gagal karena tidak disertai doktrin maupun perencanaan yang benar untuk suatu operasi pendaratan terhadap pantai yang dipertahan­kan musuh. Mereka mengakui, dalam operasi amfibi, maka besarnya kekuatan masing-masing pihak dan doktrin taktis merupa­kan dasar dinamika keseimbangan antara pihak penyerang dengan yang bertahan. Namun bukanlah suatu kepastian bahwa keuntungan absolut mesti berada di pihak yang mempertahankan. Marinir yakin sekali bahwa serbuan amfibi (amphibious assaults) sangatlah dimungkinkan, termasuk dengan dukungan artileri dan kekuatan udara.
Dua perwira terkemukanya, Kolonel Robert H. Dunlap dan Mayor Alfred A. Cunningham yang dikenal sebagai bapak pener­bangan Marinir AS, mendesak pimpinan mereka agar meng­gariskan bahwa tugas utama Marinir adalah mempertahankan basis mereka, sekaligus merebut basis musuh sebagai bagian dari kampanye kekuatan laut di bawah kendali AL. Desakan mereka akhirnya diterima resmi tahun 1920, tatkala Dewan Bersama AD dan AL menyetujui misi Marinir tersebut, yaitu sebagai an advanced base force.

Serbuan  Amfibi
Tahun 1920, Korps Marinir mendapat komandan baru, John A. Lejeune, yang dengan cepat melihat pentingnya peranan dan kemampuan korpsnya dalam serbuan amfibi. Ia berusaha keras meyakinkan semua pihak yang masih meragukan fungsi dan pera­nan Marinir, mulai dari Presiden, Kongres, AL, publik, serta para perwira Marinir sendiri yang ber­sikap konservatif. Lejeune tahun 1922 mendesak Kongres untuk meningkatkan kekuatan korpsnya, dari 16.000 personel menjadi lebih 20.000. Ia juga mengenalkan program reformasi pendidikan bagi seluruh anggota Marinir, menyangkut baik pendidikan dasar maupun kemiliteran.
Gelombang Marinir pertama menghantam pantai Saipan saat invasi marianas. Mereka berlindung di balik gundukan pasir, sementara menunggu tiga gelombang berikut berupa 700 Amtrac yang mendaratkan 5.000 Marinir dalam 20 menit pertama
Selanjutnya is membentuk Divisi Operasi dan Latihan, yang segera menjadi jantung Marinir dalam upaya memenuhi kemam­puan untuk melaksanakan seluruh fungsinya dalam masa perang. Se­cara icreatif is juga meningkatkan citra korps dalam masyarakat, baik melalui publikasi maupun upaya hubungan kemasyarakatan lain­nya. Sekalipun Lejeune tidak meninggalkan misi tradisional Marinir, termasuk bertempur bersama AD di daratan. Namun ia menekankan bahwa misi utama masa perangnya adalah “menyertai Armada (AL) untuk beroperasi di darat dalam upaya mendukung Armada”.
Apa yang dikembangkannya bukanlah sekadar retorika, karena terbukti betapa tugas utama ‘Marinir semakin terarah pada misi serbuan amfibi. Dua perwira dekatnya, Mayor Holland M. Smith dan Kolonel Ben H. Fuller mengawal agar Lejeune selalu konsisten mengarahkan program operasi dan latihannya, sehingga Marinir siap buat kampanye kekuatan laut, naval campaign, di kawasan Pasifik bagian tengah dan barat. Hal ini sesuai denganRancangan Perang “Orange” yang terus dirinci dan diperbarui oleh perencana strategi AL.
Untuk mendukung usahanya, Lejeune bahkan menugaskan perwiranya yang brilian, Earl H. Ellis untuk meneliti secara khusus masalah apa saja yang mungkin timbul dalam perang dengan Jepang. Ellis memprediksi bahwa perang di Pasifik akan ditentukan oleh pertahanan dan perebutan basis atau pangkalan. Ia melihat basis-basis yang memang diper­tahankan oleh musuh, akan sulit untuk direbut. Karena itu Korps Marinir harus siap mengatasi perlawanan terhadap pendaratan, serta menyerang posisi-posisi yang sulit…dengan kecepatan paling tinggi, with the greatest rapidity.”
Apa yang dihasilkan Ellis tahun 1921 dalam Advanced Base Force Operations in Micronesia itu, ternyata merupakan pan­dangan yang `profetis’ terhadap berbagai masalah yang muncul dalam penyerbuan terhadap Kepulauan Marshall dan Karolina di kemudian hari. Menyamar sebagai seorang pengusaha AS, ia tahun itu datang ke Marshall dan Karolina, dengan dalih bisnis. Na­mun sesungguhnya ia mendalami bagaimana Jepang mengembang­kan dan memperkuat kepulauan Pasifik Tengah tersebut. Namun Ellis dalam bulan Mei 1923 hilang secara misterius di gugusan Pulau Palau. Kematiannya membuat ia menjadi martir di mata Marinir masa PD II, dan hasil studinya pun bernilai kepahlawanan dan ‘profetis’. John Lejeune memanfaatkan pandangan Ellis sebagai panduan Marinir dalam merencanakan perangnya, latihan di lapangan, pengembangan peralatan, dan pendidikan para perwiranya.

-wikipedia-
Title: Pertempuran Pasifik PD II; Written by Arga Slamet Prayoga; Rating: 5 dari 5

1 comment:

  1. Golden Nugget Hotel & Casino - MapyRO
    Search for 토토 사이트 Golden 제주 출장안마 Nugget Hotel & Casino (Las Vegas) location in Nevada, 밀양 출장샵 United States, Address: 3650 Las Vegas Blvd S, Las 인천광역 출장마사지 Vegas, NV 89109. Map icon 세종특별자치 출장안마 for Golden Nugget Hotel & Casino

    ReplyDelete

Tentang Blog ini

Selamat Datang Di Arga Teknologi dan Software Silakan melihat-lihat ..!! Hanya sekedar berbagi Software , games , dan panduan berbagai macam Teknologi

It's My Facebook